Kamis, 07 Agustus 2008

Hidayah Illahi


Semoga dengan sedikit sharing ini akan bisa diambil hikmah buat kita semua. Sebut saja namaku Sari, putri ketiga dari empat bersaudara. Keluarga kami termasuk keluarga terpandang di lingkungan kami. Yach,,, Bapak dulunya adalah seorang kepala sekolah sebuah sekolah Negeri di lingkungan perumahan. Secara material kehidupan keluarga kami bisa dibilang kaya, bahkan bisa dibilang berlimpah. Tapi tidak untuk masalah kebahagiaan batin dan ruhiyah
Memang benar menjadi kaya tidaklah jaminan hidup kita akan bahagia. Aku sendiri sudah merasakannya, sangat berlimpah secara materi. Namun sampai usiaku menginjak 25 tahun ini, aku tidak bisa merasakan kebahagiaan dalam keluarga kami. Dan baru sekarang aku bisa paham mengapa keluarga kami jadi seperti ini. Setelah aku ikut aktif mengikuti pengajian yang diadakan di lingkungan kampus tempat aku menimba ilmu. Meskipun pada awalnya sedikit dipaksa teman untuk bisa aktif ikut pengajian. Alhamdulillah,,,, hidayah Allah SWT hadir dalam jiwaku. Aku bertekad akan selalu berusaha perbaiki semua kebiasaan dan perilaku yang selama ini tertanam dalam lingkungan keluarga kami.

“Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari mengambil riba), maka bagimu pokok hartamu, kamu tidak dianiaya dan tidak (pula) dianiaya” Al Baqarah(2):279
Itulah salah satu ayat suci AlQur’an yang telah membukakan mata hatiku untuk selalu bertaubat atas segala kesalahan yang selama ini kami lakukan.

Sedari dulu keluarga kami selalu menggunakan bunga bank deposito untuk kehidupan sehari-hari. Dan itu baru aku ketahui pada saat Bapak sakit keras dua tahun yang lalu.Bapak menceritakan kepadaku semua asset yang kami miliki termasuk beberapa tabungan deposito di beberapa bank konvensional. Bunga dari deposito itulah yang kami pergunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok keseharian kami.

Mungkin inilah adzab yang telah disampaikan Allah SWT terhadap keluargaku, meskipun keluarga kami utuh tapi tidak seperti layaknya sebuah keluarga pada umumnya. Bapakku setelah pensiun dari tempat beliau bekerja, sikapnya semakin keras bahkan bila marah tidak segan-segan untuk memukul kami, putra-putrinya. Ibuku yang sangat aku sayangi sudah lama mengidap penyakit aneh, yang sampai sekarang belum diketahui apa penyakitnya. Ibuku jadi pemurung dan jarang sekali bergaul dengan orang-orang disekitar lngkungan kami bahkan fisiknya kian melemah dan tubuhnya menjadi kurus dan lemah. Segala upaya telah kami lakukan demi kesembuhan ibu kami tapi sampai sekarang hasilnya masih nihil.

Keadaan kakakku yang pertama juga sangat memprihatinkan, meskipun sudah mendapatkan gelar sarjana sejak lima tahun yang lalu sampai sekarang belum juga mendapatkan pekerjaan dengan alasan ingin bekerja bila jadi PNS. Meskipun sudah saya kasih banyak motivasi dan masukan untuk mau bekerja yang penting halal masih saja kakakku belum tergerak hatinya untuk bisa mandiri. Sifatnya juga sangat pemalu bahkan disaat ada tamu datang ke rumah bukannya mau menemui bahkan sebaliknya kakakku masuk ke dalam kamar dan semua jendela serta pintu dikunci rapat-rapat. Tidak jauh berbeda dengan kakak yang nomor dua yang juga sangat pemalu hanya untuk pergi ke warung depan rumah saja harus dipaksa.

Adikku satu-satunya yang sudah berumur 14 tahun juga baru duduk dikelas empat (4) Sekolah Dasar. Sifatnya juga sangat pemalu. Dan mungkin hanya akulah satu-satunya anak yang mempunyai keberanian bila bertemu dengan orang lain. Aku sendiri sebenarnya juga mempunyai banyak masalah, namun aku tidak berani cerita kepada orang lain termasuk pada keluargaku sendiri.Kondisi keuangan keluarga kami saat ini sudah menipis, asset yang selama ini ada sudah habis kami jual untuk biaya berobat ibuku. Sementara tabungan juga sudah tidak ada lagi hanya tersisa untuk beberapa hari saja. Hanya akulah tumpuan penopang hidup keluarga.

Di setiap sepulang kuliah aku pergunakan sisa waktuku untuk bekerja. Untuk membayar biaya kuliahku sendiri dan untuk tambahan kebutuhan hidup keluarga. Alhamdulillah,,, meskipun hasilnya tidak banyak namun yang penting halal dan berkah. Cukuplah kelurgaku saja yang merasakan pahitnya kehidupan ini karena terlena menggunakan harta yang tidak halal, harta riba, harta yang seharusnya tidak pantas kami ambil, harta yang seharusnya untuk disalurkan kepada yang berhak. Aku tidak ingin menyalahkan Bapakku yang dulu pernah menggunakan bunga bank untuk makan kami sehari-hari. Biarlah itu masalalu kami,,,,,, dan sekarang kami sudah menerima adzab dunia.

Hanya tetesan airmata yang ada setiap kali aku masuk kedalam rumahku, keluargaku yang dulu memiliki segalanya harus merasakan penderitaan seperti ini karena kesalahan yang telah kami lakukan dulu. Namun selalu ada rasa bahagia disetiap diriku bisa membawa uang hasil jerih payahku untuk makan kami sekeluarga. Meskipun sedikit yang penting cukup untuk sesuap nasi keluarga kami. Semoga dengan sedikit rizki ini akan membawa keberkahan yang berlimpah buat keluarga kami.

Ya Allah,,,,, terimalah taubat hamba dan taubat keluarga kami,,,,,,,, semoga kami terhindar dari adzabMu di yaumil Akhir kelak,,, Amiiiin.


(Sebagaimana diceritakan seorang Sahabat di Penghujung Ramadhan 1424 H)


[+/-] Selengkapnya...

Senin, 04 Agustus 2008

Tiada lagi Luka di hati


Menyisakan luka,,,,,itulah yang tersisa. Disaat niat baik itu tidak sempat terungkap dengan leluasa. Sahabat,,, tidak ada niatan dariku untuk menyakiti siapapun karena aku sangat paham bahwa setiap kita pasti menginginkan yang terbaik. Termasuk tali persahabatan ini, jangan sampai terputus hanya karena masalah yang semestinya tidak pernah terjadi.

Setelah training itu, kami tidak sempat lagi saling cerita. Selalu saja menghindar setiap kali kucoba untuk bisa berbagi dengannya. Yach,,,,, seorang sahabat, yang sejak awal bekerja selalu bersama. Lebih pasnya bila kami dipanggil saudara. Sejak tiga tahun yang lalu kami selalu sharing bersama, selalu berbagi suka maupun duka, bahkan disaat kehabisan bekal diakhir bulan kami sempat untuk saling berbagi bersama.

Sahabat,,, tiada pernah aku menginginkan keresahan ini, keresahan yang seakan sengaja diciptakan. Aku akan selalu membuka hati untuk kehadiranmu, semoga persahabatan tidak hanya sampai disini. Akan kucoba ingat kembali kesalahanku padamu dan akan kuperbaiki smua kesalahan-kesalahan itu.

Sahabat,,, akan selalu ada kebersamaan diantara kita. Jangan pernah reganggkan tali silaturohmi ini,,, itu yang aku pinta.


[+/-] Selengkapnya...